Minggu, 24 Oktober 2010

Wisata Alam Gunung Manglayang



“Menapaki menara penjaga di timur rangkaian tiga gunung Legenda Sangkuriang – Burangrang – Tangkuban Perahu – Bukit Tunggul”
Gunung Manglayang – gunung yang tidak disebut-sebut dalam Legenda Sangkuriang. Karena dari legenda tersebut diceritakan bahwa perahu dari Sangkuriang telah terbalik dan berubah menjadi Gunung Tangkuban Perahu; tunggul pohon yang tersisa bekas bahan pembuatan perahu Sangkuriang tetap berdiri menjadi Gunung Bukit Tunggul sedangkan tajuknya atau ranting-rantingnya tergeletak menjadi Gunung Burangrang. 
Dalam rangkaian gunung-gunung Burangrang – Tangkuban Perahu – Bukit Tunggul – Manglayang; Gunung Malanglayang yang mempunyai ketinggian ±1818 mdpl, menjadi gunung yang terendah dari rangkaian ke empat gunung tersebut. Mungkin itulah sebabnya di kalangan para penggiat alam bebas gunung ini sempat terlupakan terkecuali para penggiat alam bebas dari Bandung dan sekitarnya. Namun begitu Gunung Manglayang juga menawarkan pesona alamnya tersendiri. Untuk mendaki gunung ini ada beberapa jalur yang bisa digunakan yaitu melalui Bumi Perkemahan atau Wanawisata Situs Batu Kuda (Kab. Bandung), Palintang (Ujung Berung, Kab. Bandung), Baru Beureum/Manyeuh Beureum, Jatinangor.
Perjalanan yang melintasi Jatinangor masih tersendat saat saya tiba gerbang kampus yang menuju Unpad (Universita Padjajaran) dan Unwim (Universitas Winawayamukti) yang juga bersebelahan dengan kampus STPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri) sekitar pukul setengah sebelas siang.
Dengan menggunakan ojeg sepeda motor saya melanjutkan perjalanan menuju entry point pendakian yaitu Kampung Baru Beureum atau Manyeuh Beureum. Untuk menuju ke kampung tersebut kita dapat menggunaka ojeg motor melalui kampus Unpad (Universita Padjajaran) dan Unwim (Universitas Winawayamukti) yang juga bersebelahan dengan kampus STPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri). Perjalanan menuju lokasi titik awal pendakian cukup menyenangkan karena melintasi beberapa gedung dengan arsitektur cukup indah yang berada di kampus Unpad maupun Unwim, lapangan golf, kemudiam memasuki gerbang Bumi Perkemahan Kiara Payung. Bumi perkemahan yang cukup rapih, bersih ini mempunyai fasilitas yang lengkap, maklum saja karena lokasi ini pernah dijadikan tempat diselenggarakan Jambore Pramuka Nasional 2006.
Sepanjang perjalanan setelah melintasi Buper Kiara Payung kemudian melintasi perkampungan hingga akhirnya tiba di Baru Beureum. Di tempat ini kita dapat membeli nasi bungkus dan beberapa air mineral di warung Ibu Ipah atau Bapak Maman. Warung satu-satunya yang terdapat di lokasi ini biasa buka setiap hari. Di sini juga terdapat bangunan semacam pos.
Menurut cerita Pak Maman, dulu pada jaman penjajahan Belanda disekitar kaki Gunung Manglayang ini merupakan afdeling atau perkebunan. Untuk menjada perkebunan tersebut ada sebuah bangunan yang keseluruhannya berwarna merah. Itulah sebabnya daerah ini dinamakan Baru Beureum.
Trek di awali dari belakang warung Ibu Ipah dengan meliwati sebuah sungai kecil. Karena hujan juga cukup lama tidak turun trek awal pendakian yang bisa dikatakan cukup curam ini terlihat sangat kering dan berdebu. Pepohonan pada awal-awal tidak begitu rimbun bahkan lebih didominasi sejenis pohon perdu, hingga perjalanan siang itu udara panas terasa cukup menyengat saya. Namun pemandangan yang dapat saya nikmati sepanjang perjalanan pada sebagian lembahnya cukup menarik. Pada satu sisi dapat melihat sebagian wilayah Jatinangor dan pada sisi yang lain dapat melihat hijaunya lembah yang berada persis di kaki puncak Gunung Manglayang.
Trek pendakian melalui jalur timur G. Manglayang mempunyai kemiringan berkisar 45 – 75 derajat dan nyaris tanpa bonus atau jalur yang mendatar. Namun ada beberapa tempat yang sedikit datar bisa dijadikan tempat untuk sekedar beristirahat. Jika diumpamakan trek pendakian melalui jalur timur, Baru Beureum ini mirip trek pendakian Gunung Gede melalui jalur gunung putrid.
Semakin siang cuaca yang saya rasakan semakin panas, untung saja jalur pendakian kemudian tidak seterbuka pada awal-awal perjalanan. Angin yang bertiup perlahan diantara rimbunnya pepohonan yang tidak begitu rapat juga suara-suara burung dapat sedikit memberikan kenyamanan sepanjang perjalanan. Kira-kira setengah jam perjalanan dari Baru Beureum sebuah pohon besar yang tampaknya sudah sebagian tumbang atau sengaja ditebang menarik perhatian saya. Dari lingkaran batangnya sepertinya usianya sudah mencapai ratusan tahun. Tetapi bukan hanya karena besarnya pohon tersebut yang membuat langkah saya terhenti, melainkan pemandangan disisinya yang indahlah yang utama. Tampak lembah Gunung Manglayang yang hijau dengan latar belakang pegunungan disekitarnya yang membiru di bawah langit yang cerah.
Pemandangan Menakjubkan Puncak Timur gunung Manglayang
Setelah berjalan melintasi trek pendakin yang cukup melelahkan tidak sampai setengah jam akhirnya saya tiba di Puncak Timur Gunun Manglayang. Lokasinya yang terbuka memanjang sekitar 10-15 meter dengan lebar sekitar 2-2,5 meter ini menawarkan pemandangan yang begitu menarik. Dari puncak timur ini saya dapat melihat pemandangan sekitarnya. Pegunungan yang mengelilingi di sekitarnya dapat terlihat cukup jelas. Jika malam pemandangan dari sini akan terlihat indah dengan pancaran sinar lampu-lampu dari wilayah Jatinangor. Namun sayang saya tidak berniat bermalam saat itu. Tampak pula di sebelah barat hutan yang cukup rimbun menutupi puncak Gunung Manglayang.
Keasrian Puncak Gn. Manglayang
Ppuas beberapa saat menikmati suasana puncak timur kita dapat melanjutkan kembali perjalanan munuju puncak Manglayang. Jalur pendakian menuju puncak Gunung Manglayang dari puncak timur relative landai dan cukup mengasyikkan. Suasana hutan yang rimbun serta jalur yang bersih menjadikan perjalanan yang saya tempuh tidak sampai setengah jam terasa lebih cepat. Suasana puncak Gunung Manglayang hampir mirip dengan suasana sekitar puncak Salak I. Cukup luas dimana bisa menampung cukup banyak tenda dengan lokasi yang terlindung oleh rimbunnya pepohonan. Begitu sampai puncak saya langsung dihadapkan sebuah gundukan batu yang disusun menjadi semacam makam. Dan menurut informasi makan tersebut merupakan tempat yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar Gunung Manglayang. Hanya sekitar 15 menit saya menikmati suasana sekitar puncak ini. Perjalanan kemudian saya lanjutkan kembali untuk turun melalui jalur barat menuju Bumi Perkemahan Situs Batu Kuda.
Perjalanan turun dari melalui jalur ini mirip seperti jalur Salak I melalui jalur Cidahu. Dimana jalur yang harus saya lalui cukup curam dan beberapa kali harus merayap turun karena jalurnya curam terdiri dari batu-batuan. Dari sini seharusnya saya melalui puncak barat terlebih dahulu, karena ingin lebih cepat sekitar setengah jam perjalanan turun saya langsung belok kiri dimana jalur tersebut memang tidak terlalu jelas namun merupakan jalur terabas menuju Buper Batu Kuda. Jalur yang saya lalui ini tidak perlu melalui puncak barat namun menjadi lebih curam dan cukup licin. Sekitar lima belas menit pertama jalur tidak begitu jelas namun berikutnya langsung jalan setapaknya tampak jelasterlihat. Setelah melintasi hutan kemudian saya melintasi hutan bamboo sampai akhirnya mulai memasuki hutan pinus dimana terdapat batu-batu berserakan yang diantaranya berukuran besar-besar. Dan saya sempat melintasi batu besar berbentuk kuda yang menjadi nama dari lokasi wisata atau bumi perkemahan ini. Begitu sampai di lokasi bumi perkemahan ini sekitar pukul tiga sore terlihat banyak para remaja dan pemuda yang sedang berkemah atau sekedar berjalan-jalan menikmati suasana alam dan hutan pinus dari Wanawisata Situs Batu Kuda yang sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti MCK dan warung-warung kecil di sekitarnya.

Source :  http://wisatapasundan.com/

Sabtu, 16 Oktober 2010

Kisah Sang Petualang

February 17, 2008

“Aku arungi seribu laut, aku daki sejuta gunung, demi satu KesempurnaanMu, tinggi diatas sana keagunganMu aku temui, di puncak-puncak dunia”
 
Anak pertama dari empat bersaudara ini mulai terkenal sejak menjadi presenter Jejak Petualang tayangan TV7 tahun 2002 - 2006. Riyanni semakin terkenal di pertengahan tahun 2005, karena virus dengan namanya menyebar dan menginfeksi banyak komputer.
Adalah seseorang yang bernama Riyani Djangkaru, lulusan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor ini sekarang masih bekerja di dunia pertelevisian meski tak lagi menjadi presenter “Jejak Petualang”. Riyanni terlihat di Trans 7 dalam “Redaksi Pagi” sebagai presenter “Jalan Pagi” serta Sportawa.

Awalnya wanita berdarah Garut dan Palembang ini ingin menjadi news presenter. Meski lowongan untuk presenter olahraga telah lewat, Riyanni tetap mengirimkan lamaran. Setelah menyisihkan ratusan orang, wanita dengan tinggi 168 cm ini pun didapuk menjadi presenter Jejak Petualang.
Riyanni menikah dengan Deni Priawan pada bulan Februari 2006. Dari pernikahan ini, mereka telah mempunyai seorang anak, Brahman Ahmad Syailendra.
riyanidjangkaru_a.jpg
(Dulu pas masih di JP - TV7)
riyanidjangkaru_b.jpg
(Mau Naek gunung pa ke mall jeung)
riyanidjangkaru_c.jpg
(Mo bajak sawah apa riyanni ?)
riyanidjangkaru_d.jpg
(Manis Na …)
riyanidjangkaru_e.jpg
(Begaya ne, udah nyampe ranu kumbolo sih)
riyanidjangkaru_g.jpg
(Poto ma suku mana ya?)
riyanidjangkaru_f.jpg
(Puncak Sudirman Jaya Wijaya - 4882 mdpl, dingiin … )

From : http://ritamelancong.blogspot.com

Sabtu, 09 Oktober 2010

Saat Hilang Tujuan

Friday, April 16, 2010

Nasehat Untuk Yang Merasa Lelah & Bosan di Jalan ini

Ikhwati fillah, mari kita renungkan fragmen berikut :
“Akhi, dulu ana merasa semangat saat aktif dalam da'wah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar. Ukhuwah makin kering. Bahkan ana melihat ternyata ikhwah banyak pula yang aneh-aneh...” Begitu keluh kesah seorang kader dakwah kepada murobbinya di suatu malam.
Sang murobbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalam diri mad'unya. “Lalu, apa yang ingin antum lakukan setelah merasakan semua itu “? sahut sang murobbi setelah sesaat termenung.
“Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tak Islami. Juga dengan organisasi da'wah yang ana geluti ; kaku dan sering mematikan potensi anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana lebih baik sendiri saja..” jawab ikhwah itu.

Sang murobbi termenung kembali. Tak tampak raut terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah diketahuinya sejak awal. “Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengarungi lautan luas, kapal itu ternyata sudah amat rosak. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang reput bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan ?” Tanya sang murobbi dengan kiasan bermakna dalam.

Sang mad'u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan yang amat tepat.
“Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan “? sang murobbi mencoba memberi option. “Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenang sampai tujuan ? Bagaimana bila ikan jerung datang ? Darimana antum mendapat makan dan minum ? Bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin ? serentetan pertanyaan dihamparkan di hadapan sang ikhwan tersebut.

Tak hairan, sang ikhwan menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadang memuncak, namun sang murobbi yang dihormatinya justru tak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya.
“Akhi, apakah antum masih merasa bahwa jalan da'wah adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah SWT ?” ( Pertanyaan menusuk ini menghujam jiwa sang ikhwah. Ia hanya mengangguk. Bagaimana bila ternyata kereta yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu ternyata buat hal? antum akan berjalan kaki meninggalkan kereta itu terbaring di jalan, atau mencoba memperbaikinya ? Tanya sang murobbi lagi.

Sang ikhwah tetap terdiam dalam sesenggukkan tangis perlahannya. Tiba-tiba ia mengangkat tangannya …” Cukup akhi, cukup. Ana sadar. Maafkan ana, Insya Allah ana akan tetap istiqomah. Ana berda'wah bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diperhatikan.. Biarlah yang lain dengan urusan pribadi masing-masing. Biarlah ana tetap berjalan dalam da'wah. Dan hanya jalan ini saja yang akan membahagiakan ana kelak dengan janji-janji- Nya. Biarlah segala kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana ..” sang mad'u berazzam di hadapan sang murobbi yang semakin dihormatinya.
Sang murobbi tersenyum. “Akhi, jama'ah ini adalah jama'ah manusia. Mereka adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan. Tapi dibalik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menyambut seruan untuk berda'wah. Dengan begitu, mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik pilihan..” papar sang murabbi.
“ Bila ada satu-dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itu mendominasi perasaan antum. Sebagaimana Allah ta'ala menghapus dosa manusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata antum dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap da'wah selama ini. Karena di mata Allah, belum tentu antum lebih baik dari mereka. Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap ketidaksepakatan selalu disikapi dengan jalan itu; maka kapankah da'wah ini dapat berjalan baik“? sambungnya panjang lebar.
Sang mad'u termenung merenungi setiap kalimat murobbinya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal tetap bergelayut di hatinya. “Tapi, bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi da'wah dengan kapasitas ana yang lemah ini ?” sebuah pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.
“Siapa bilang kapasitas antum lemah ? Apakah Allah mewahyukan kepada antum ? Semua manusia punya kapasitas yang berbeda. Namun tak ada yang bisa menilai bahwa yang satu lebih baik dari yang lain !” sahut sang murobbi.
“Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiyah dalam kebenaran, kesabaran, dan kasih sayang pada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang yang beriman. Bila ada sebuah isu atau gossip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghibah antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaannya…”
Malam itu sang mad'u menyadari kesalahannya. Ia bertekad untuk tetap berputar bersama jama'ah dalam mengarungi jalan da'wah.
Kembalikan semangat itu saudaraku, jangan biarkan asa itu hilang, dihempas gersangnya debu 'wahn' yang begitu kencang menerpa. Biarkan amal-amal ini semua menjadi saksi, sampai kita diberi satu dari dua kebaikan oleh ALLAH SWT: kemenangan atau mati syahid.

Kutipan dari : nukilanmujahadah.blogspot.com

NAVIGASI

Navigasi
 


Cetak
  
Kamis, 13 November 2008 04:53
Navigasi adalah penetuan posisi dan arah perjalanan, baik di medan perjalanan atau di peta. Navigasi terdiri atas navigasi darat, sungai, pantai dan laut, namun yang umum digunakan adalah navigasi darat.

Navigasi darat adalah ilmu yang mempelajari cara seseorang....
Seengkapnya baca disini....

Rabu, 06 Oktober 2010

JELANTARA Expedition wp



SAATNYA MENENTUKAN ARAH HIDUP ANDA
Perjalanan ini adalah perjalanan hati, menempuh keindahan hati, dan pencapaiannya juga dengan hati, rasa dan mentalpun terbentuk dengan hati, inilah indahnya pengalaman hati yang setiap saat menggunakan hati.
Bagaimana dengan anda? Saya mempunyai pertanyaan, kemanakah energi diri anda mengalir? Mengalir ke bawah atau mengalir ke atas?  Energi anda yang dikatakan sekian puluh ribu BTU dan bertenaga 120 volt dan pembangkitnya berpusat disekitar pusar.
Jika energi diri anda mengalir kebawah (dari otak ke hati), instink-instink hewani dalam diri anda akan terangsang dan bangkit mencari mangsa, kemudian demi kenyamanan diri, anda bisa mencelakakan siapa saja dan bisa berbuat apa saja, hidup anda sepenuhnya dikendalikan oleh alam bawah sadar. Jika anda berada pada kesadaran ini anda akan menjadi alot, keras, kaku kemudian kekerasan akan dibenarkan sebagai objektivitas, kealotan akan dibenarkan sebagai sesuatu yang logis dan kekakuan akan dibenarkan sebagai rasionalitas.
Sebaliknya jika energi diri anda mengalir keatas (dari hati ke otak), energi itu akan membuat anda kreatif dan kontruktif, anda menjadi unik, orisinil dan karena itu anda akan menjadi berkah dilingkungan sekitar anda. Hidup anda mulai dikendalikan oleh alam kesadaran supra, anda menjadi lembut, penuh dengan pengertian dan kasih, yang anda cari bukan lagi pembenaran tetapi “Kebenaran”.

Senin, 04 Oktober 2010

CLIMBING



1. Face Climbing
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula biasanya mempunyai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya pada pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan yang salah. Tangan manusia tidak biasa digunakan untuk mempertahankan berat badan dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan merapatkan berat badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.

2. Friction / Slab Climbing
Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.

3. Fissure Climbing
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah-olah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan, dikenal teknik-teknik berikut.

* Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah sehingga seolah-olah menyerupai pasak.
* Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan.
* Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
* Lay Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian bergerak naik ke atas silih berganti.

Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat

Free Climbing
Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang benar. Pada free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam pelaksanaanya ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang pendaki diamankan oleh belayer.

Free Soloing
Merupakan bagian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan dengan segala resiko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya ia tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan atau pergerakan pada rute yang dilalui. Bahkan kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan, baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.

Atrificial Climbing
Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor, stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau peluang gerak yang memadai.

Teknik Turun / Rappeling
Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing. Dikategorikan sebagai teknik yang sepeuhnya bergantung dari peralatan. Prinsip rappelling adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan tali rappel sebagai jalur lintasan dan tempat bergantung.
2. Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai pendorong gerak turun.
3. Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan tangan lainnya untuk mengatur kecepatan.

Macam-macam dan Variasi Teknik Rappeling

1. Body Rappel
Menggunakan peralatan tali saja, yang dibelitkan sedemikian rupa pada badan. Pada teknik ini terjadi gesekan antara badan dengan tali sehingga bagian badan yang terkena gesekan akan terasa panas.

2. Brakebar Rappe
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, tali, dan brakebar. Modifikasi lain dari brakebar adalah descender (figure of 8). Pemakaiannya hampir serupa, dimana gaya gesek diberikan pada descender atau brakebar.

3. Sling Rappel
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, dan tali. Cara ini paling banyak dilakukan karena tidak memerlukan peralatan lain, dan dirasakan cukup aman. Jenis simpul yang digunakan adalah jenis Italian hitch.

4. Arm Rappel / Hesti
Menggunakan tali yang dibelitkan pada kedua tangan melewati bagian belakang badan. Dipergunakan untuk tebing yang tidak terlalu curam.

Dalam rapelling, usahakan posisi badan selalu tegak lurus pada tebing, dan jangan terlalu cepat turun. Usahakan mengurangi sesedikit mungkin benturan badan pada tebing dan gesekan antara tubuh dengan tali. Sebelum memulai turun, hendaknya :

1. Periksa dahulu anchornya.
2. Pastikan bahwa tidak ada simpul pada tali yang dipergunakan.
3. Sebelum sampai ke tepi tebing hendaknya tali sudah terpasang dan pastikan bahwa tali sampai ke bawah (ke tanah).
4. Usahakan melakukan pengamatan sewaktu turun, ke atas dan ke bawah, sehingga apabila ada batu atau tanah jatuh kita dapat menghindarkannya, selain itu juga dapat melihat lintasan yang ada.
5. Pastikan bahwa pakaian tidak akan tersangkut carabiner atau peralatan lainnya.

Peralatan Pendakian

1. Tali Pendakian
Fungsi utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila jatuh.Dianjurkan jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu badan yang menguji kekuatan peralatan-peralatan pendakian. Panjang tali dalam pendakian dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapat berkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi sekarang ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm.
Ada dua macam tali pendakian yaitu :

* Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau. Tali static digunakan untuk rappelling.
* Dynamic Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna mencolok (merah, jingga, ungu).

2. Carabiner
Adalah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang berfungsi seperni peniti. Ada 2 jenis carabiner :

* Carabiner Screw Gate (menggunakan kunci pengaman).
* Carabiner Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman)

3. Sling
Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi sling antara lain :
- sebagai penghubung
- membuat natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing.
- Mengurangi gaya gesek / memperpanjang point
- Mengurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang terpasang.

4. Descender
Sebuah alat berbentuk angka delapan. Fungsinya sebagai pembantu menahan gesekan, sehingga dapat membantu pengereman. Biasa digunakan untuk membelay atau rappelling.

5. Ascender
Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan membuka bila dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali.

6. Harnes / Tali Tubuh
Alat pengaman yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis hernas :
* Seat Harnes, menahan berat badan di pinggang dan paha.
* Body Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan paha.
Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah langsung dirakit oleh pabrik.

7. Sepatu
Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanjatan :
* Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kuat. Kelenturannya menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah.
* Sepatu yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot. Cocok digunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil. Gaya tumpuan dapat tertahan oleh bagian depan sepatu.

8. Anchor (Jangkar)
Alat yang dapat dipakai sebagai penahan beban. Tali pendakian dimasukkan pada achor, sehingga pendaki dapat tertahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam anchor, yaitu :
* Natural Anchor, bias merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing, tonjolan-tonjolan batuan, dan sebagainya.
* Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada tebing oleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain.

Prosedur Pendakian

Tahapan-tahapan dalam suatu pendakian hendaknya dimulai dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengamati lintasan dan memikirkan teknik yang akan dipakai.
2. Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
3. a. Untuk leader, perlengkapan teknis diatur sedemikian rupa, agar mudah untuk diambil / memilih dan tidak mengganggu gerakan. Tugas leader adalah membuka lintasan yang akan dilalui oleh dirinya sendiri dan pendaki berikutnya.
b. Untuk belayer, memasang anchor dan merapikan alat-alat (tali yang akan dipakai). Tugas belayer adalah membantu leader dalam pergerakan dan mengamankan leader bila jatug. Belayer harus selalu memperhatikan leader, baik aba-aba ataupun memperhatikan tali, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendur.
4. Bila belayer dan leader sudah siap memulai pendakian, segera memberi aba-aba pendakian.
5. Bila leader telah sampai pada ketinggian 1 pitch (tali habis), ia harus memasang achor.
6. Leader yang sudah memasang anchor di atas selanjutnya berfungsi sebagai belayer, untuk mengamankan pendaki berikutnya.

Source: http://chevent.wordpress.com

Jumat, 01 Oktober 2010

Para Pendaki

Teknik Mendaki


1. Face Climbing
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula biasanya mempunyai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya pada pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan yang salah. Tangan manusia tidak biasa digunakan untuk mempertahankan berat badan dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan merapatkan berat badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.


2. Friction / Slab Climbing
Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.

3. Fissure Climbing
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah-olah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan, dikenal teknik-teknik berikut.

* Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah sehingga seolah-olah menyerupai pasak.
* Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan.
* Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
* Lay Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian bergerak naik ke atas silih berganti.

Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat

Free Climbing
Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang benar. Pada free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam pelaksanaanya ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang pendaki diamankan oleh belayer.

Free Soloing
Merupakan bagian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan dengan segala resiko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya ia tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan atau pergerakan pada rute yang dilalui. Bahkan kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan, baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.

Atrificial Climbing
Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor, stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau peluang gerak yang memadai.

Teknik Turun / Rappeling
Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing. Dikategorikan sebagai teknik yang sepeuhnya bergantung dari peralatan. Prinsip rappelling adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan tali rappel sebagai jalur lintasan dan tempat bergantung.
2. Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai pendorong gerak turun.
3. Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan tangan lainnya untuk mengatur kecepatan.

Macam-macam dan Variasi Teknik Rappeling

1. Body Rappel
Menggunakan peralatan tali saja, yang dibelitkan sedemikian rupa pada badan. Pada teknik ini terjadi gesekan antara badan dengan tali sehingga bagian badan yang terkena gesekan akan terasa panas.

2. Brakebar Rappe
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, tali, dan brakebar. Modifikasi lain dari brakebar adalah descender (figure of 8). Pemakaiannya hampir serupa, dimana gaya gesek diberikan pada descender atau brakebar.

3. Sling Rappel
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, dan tali. Cara ini paling banyak dilakukan karena tidak memerlukan peralatan lain, dan dirasakan cukup aman. Jenis simpul yang digunakan adalah jenis Italian hitch.

4. Arm Rappel / Hesti
Menggunakan tali yang dibelitkan pada kedua tangan melewati bagian belakang badan. Dipergunakan untuk tebing yang tidak terlalu curam.

Dalam rapelling, usahakan posisi badan selalu tegak lurus pada tebing, dan jangan terlalu cepat turun. Usahakan mengurangi sesedikit mungkin benturan badan pada tebing dan gesekan antara tubuh dengan tali. Sebelum memulai turun, hendaknya :

1. Periksa dahulu anchornya.
2. Pastikan bahwa tidak ada simpul pada tali yang dipergunakan.
3. Sebelum sampai ke tepi tebing hendaknya tali sudah terpasang dan pastikan bahwa tali sampai ke bawah (ke tanah).
4. Usahakan melakukan pengamatan sewaktu turun, ke atas dan ke bawah, sehingga apabila ada batu atau tanah jatuh kita dapat menghindarkannya, selain itu juga dapat melihat lintasan yang ada.
5. Pastikan bahwa pakaian tidak akan tersangkut carabiner atau peralatan lainnya.

Peralatan Pendakian

1. Tali Pendakian
Fungsi utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila jatuh.Dianjurkan jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu badan yang menguji kekuatan peralatan-peralatan pendakian. Panjang tali dalam pendakian dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapat berkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi sekarang ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm.
Ada dua macam tali pendakian yaitu :

* Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau. Tali static digunakan untuk rappelling.
* Dynamic Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna mencolok (merah, jingga, ungu).

2. Carabiner
Adalah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang berfungsi seperni peniti. Ada 2 jenis carabiner :

* Carabiner Screw Gate (menggunakan kunci pengaman).
* Carabiner Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman)

3. Sling
Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi sling antara lain :
- sebagai penghubung
- membuat natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing.
- Mengurangi gaya gesek / memperpanjang point
- Mengurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang terpasang.

4. Descender
Sebuah alat berbentuk angka delapan. Fungsinya sebagai pembantu menahan gesekan, sehingga dapat membantu pengereman. Biasa digunakan untuk membelay atau rappelling.

5. Ascender
Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan membuka bila dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali.

6. Harnes / Tali Tubuh
Alat pengaman yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis hernas :
* Seat Harnes, menahan berat badan di pinggang dan paha.
* Body Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan paha.
Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah langsung dirakit oleh pabrik.

7. Sepatu
Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanjatan :
* Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kuat. Kelenturannya menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah.
* Sepatu yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot. Cocok digunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil. Gaya tumpuan dapat tertahan oleh bagian depan sepatu.

8. Anchor (Jangkar)
Alat yang dapat dipakai sebagai penahan beban. Tali pendakian dimasukkan pada achor, sehingga pendaki dapat tertahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam anchor, yaitu :
* Natural Anchor, bias merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing, tonjolan-tonjolan batuan, dan sebagainya.
* Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada tebing oleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain.

Prosedur Pendakian

Tahapan-tahapan dalam suatu pendakian hendaknya dimulai dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengamati lintasan dan memikirkan teknik yang akan dipakai.
2. Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
3. a. Untuk leader, perlengkapan teknis diatur sedemikian rupa, agar mudah untuk diambil / memilih dan tidak mengganggu gerakan. Tugas leader adalah membuka lintasan yang akan dilalui oleh dirinya sendiri dan pendaki berikutnya.
b. Untuk belayer, memasang anchor dan merapikan alat-alat (tali yang akan dipakai). Tugas belayer adalah membantu leader dalam pergerakan dan mengamankan leader bila jatug. Belayer harus selalu memperhatikan leader, baik aba-aba ataupun memperhatikan tali, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendur.
4. Bila belayer dan leader sudah siap memulai pendakian, segera memberi aba-aba pendakian.
5. Bila leader telah sampai pada ketinggian 1 pitch (tali habis), ia harus memasang achor.
6. Leader yang sudah memasang anchor di atas selanjutnya berfungsi sebagai belayer, untuk mengamankan pendaki berikutnya



Sumber dari : http://tasransel-oke.blogspot.com